Jumat, 20 Januari 2012

Sumatera Barat - Minang Kabau


Kota Padang adalah salah satu kota sekaligus merupakan ibu kota Provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kota ini adalah pusat perekonomian, pendidikan, kesehatan dan pelabuhan di Sumatera Barat. Saat ini kota Padang sedang berbenah ke arah pembangunan kepariwisataan (2006).

Geografi

Kota Padang terletak di pantai barat pulau Sumatra dan berada antara 0°44’00″ – 1°08’35″ LS serta antara 100°05’05″ – 100°34’09″ BT. Menurut PP No. 17 Tahun 1980, Luas Keseluruhan Kota Padang adalah 694,96 km²; atau setara dengan 1,65 persen dari luas Provinsi Sumatera Barat. Dari luas tersebut lebih dari 60% nya yaitu ± 434,63 km² merupakan daerah perbukitan yang ditutupi hutan lindung, baru selebihnya merupakan daerah efektif perkotaan. Kota Padang memiliki garis pantai sepanjang 84 km dan pulau kecil sebanyak 19 buah diantaranya yaitu Pulau Sikuai di Kecamatan Bungus Teluk Kabung seluas 38,6 km², Pulau Toran di kecamatan Padang Selatan seluas 25 km², dan Pulau Pisang Gadang seluas 21,12 km² juga di Kecamatan Padang Selatan. Daerah perbukitan membentang dibagian timur dan selatan kota. Bukit-bukit yang terkenal di Kota Padang antara lain, Bukit Lampu, Gunung Padang, Bukit Gado-Gado, Bukit Pegambiran, dll Wilayah daratan Kota Padang ketinggiannya sangat bervariasi, yaitu antara 0 m sampai 1.853 m di atas permukaan laut dengan daerah tertinggi adalah Kecamatan Lubuk Kilangan. Kota Padang memiliki banyak sungai, yaitu 5 sungai besar dan 16 sungai kecil, dengan sungai terpanjang yaitu Sungai Batang Kandis sepanjang 20 km. Tingkat curah hujan Kota Padang mencapai rata-rata 405,58 mm per bulan dengan rata-rata hari hujan 17 hari per bulan pada tahun 2003. suhu udaranya cukup tinggi yaitu antara 23°-32° C pada siang hari dan pada malam hari adalah antara 22°-28° C. Kelembabannya berkisar antara 78-81%.

Sejarah

Kota Padang berawal dari pemukiman di tepi air, tepatnya di muara Sungai Batang Arau ke Samudera Hindia. Pada waktu itu Padang merupakan sebuah perkampungan nelayan kecil. Penduduk pada waktu itu terdiri atas orang-orang Rupit dan Tirau (Non Minangkabau). Mereka bekerja sebagai nelayan mengarungi samudera dengan kapal-kapal kecil mereka yang disandarkan di bibir muara. Pada abad ke–14 (1340-1375) Kota Padang dikenal sebagai kampung nelayan dengan sebutan Kampung Batung yang diperintah oleh Penghulu Delapan Suku. Tidak ada data yang pasti siapa yang memberi nama kota ini Padang. Yang jelas sejak kedatangan Bangsa Belanda ke kota ini, penduduknya sudah cukup banyak dengan bermukim disepanjang Sungai Batang Arau. Diperkirakan Kota Padang pada zaman dahulu berupa sebuah dataran atau padang yang sangat luas yang ditumbuhi semak-semak kecil, rumput-rumput, lalang, sikejut dan sebagainya. Oleh sebab itu orang-orang yang datang pertama kali memberi nama kota ini Padang.
Setelah berabad-abad dikuasai Kerajaan Pagarruyung (Minangkabau), pada abad ke-16 Daerah Pesisir Minangkabau termasuk Padang diserahkan oleh Besar Empat Balai (Majelis tertinggi di Kerajaan Minangkabau) kepada Kerajaan Aceh untuk membayar kesalahan raja Minangkabau pada raja Aceh. Pada abad ke-17 Kota Padang berhasil ditemukan VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie). Karena memiliki muara yang bagus dan besar VOC pun tertarik untuk membangun pelabuhan yang besar di Padang. Pada tahun 1667 VOC mendapat izin dari penghulu “Orang Kayo Kaciak” mendirikan Loji pertamanya di Padang. Izin ini diberikan sebagai imbalan kepada VOC yang telah membantu penduduk setempat membebaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Aceh. Pendirian Loji ini memulai babak Penjajahan Barat di Kota Padang.
VOC lalu membangun Padang sebagai kota pelabuhan dan pemukiman baru. Kota Padang pun tumbuh menjadi kota bandar pelabuhan dan perdagangan yang ramai di pantai barat Sumatera. Bercongkolnya VOC di Kota Padang membuat masyarakat sekitar marah. Pada 7 Agustus 1669 merupakan puncak pergolakan masyarakat Pauh dan Koto Tangah melawan Belanda. Loji-loji Belanda di Muaro, Padang berhasil dikuasai. Peristiwa tersebut diabadikan sebagai tahun lahir Kota Padang. Namun kemudian pergolakan itu berhasil dilemahkan VOC.
Pada 31 Desember 1799 seluruh kekuasaan VOC diambil alih pemerintah Belanda dengan membentuk pemerintah kolonial. Kota Padang dijadikan pusat kedudukan Residen dan pusat pemerintahan wilayah Gouvernement Sumatra’s Westkust yang meliputi Sumatera Barat dan Tapanuli.
Pada 1 Maret 1906 lahir ordonansi yang menetapkan Padang sebagai daerah Cremente (STAL 1906 No.151) yang berlaku 1 April 1906.
Pada 9 Maret 1950, Padang dikembalikan ke tangan RI yang merupakan negara bagian melalui SK. Presiden RI Serikat (RIS), No.111 tanggal 9 Maret 1950.
Surat Keputusan Gubernur Sumatera Tengah No. 65/GP-50, tanggal 15 Agustus 1950 menetapkan Pemerintahan Kota Padang sebagai suatu daerah otonom sementara menunggu penetapannya sesuai UU No. 225 tahun 1948. Saat itu kota Padang diperluas, kewedanaan Padang dihapus dan urusannya pindah ke Walikota Padang. Pada 29 Mei 1958. Gubernur Sumatera Barat melalui Surat Keputusan No. 1/g/PD/1958 secara de facto menetapkan kota Padang menjadi ibukota propinsi Sumatera Barat.
Tahun 1975 secara de jure Padang menjadi ibukota Sumatera Barat, yang ditandai dengan keluarnya UU No.5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Kotamadya Padang dijadikan daerah otonom dan wilayah administratif yang dikepalai oleh seorang Walikota.

Pendidikan

Pada tahun 2003 Padang memiliki 354 sekolah dasar negeri dan 60 sekolah dasar swasta, 35 SLTP negeri dan 38 SLTP swasta, 14 SMU negeri dan 31 SMU swasta. Perguruan tinggi yang ada sebanyak 61 buah terdiri atas universitas, institut, akademi dan politeknik. [1] Empat perguruan tinggi negeri yang bertempat di kota Padang adalah Universitas Andalas, Universitas Negeri Padang, Politeknik Negeri Padang dan Institut Agama Islam Negeri Imam Bonjol. Universitas Andalas yang didirikan pada tahun 1957 merupakan universitas tertua di luar Jawa. Setelah sebelumnya tersebar di beberapa tempat di kota Padang, kampus baru telah dibangun di bukit Limau Manis di sebelah timur Kota Padang. Universitas Negeri Padang sebelumnya bernama IKIP Padang memiliki kampus di Air Tawar.
dan sekarang(2009)kampus Universitas Andalas yang berlokasi di Jln.Proklamasi no 77 di gunakan sebagai kampus yang bersistem reguler mandiri atau yang di sebut dengan extensi yaitu jalur penerimaan mahasiswa diluar tes SPMB.

Perhubungan

Ada tiga ruas jalan utama yang menghubungkan Padang dengan kota-kota lain di Sumatera. Jalan ke utara menghubungkan Padang dengan Bukittinggi, dan di sana bercabang ke Medan dan Pekanbaru. Terdapat pula cabang jalan di dekat Lubuk Alung ke arah Pariaman. Jalan ke timur menuju Solok tersambung dengan Jalan Lintas Sumatera. Jalan ke selatan melintasi pantai barat Sumatera menghubungkan Padang dengan daerah Kerinci dan Bengkulu, melalui Kota Painan.
Terminal Regional Bingkuang (TRB) berada di Air Pacah selesai dibangun tahun 1999. Terminal ini menggantikan Terminal Lintas Andalas di Olo Ladang. Penggunaan TRB ini tidak seperti yang diharapkan, dan sampai beberapa tahun sesudahnya belum juga dapat menggantikan terminal lama.[2]
Penemuan cadangan batubara di Sawahlunto pada mendorong Pemerintah Hindia Belanda membangun rel kereta api, yang diselesaikan pada 1896. Jalur kereta api ini selain menghubungkan Padang dengan Sawahlunto, juga mencapai Pariaman, Bukittinggi dan Payakumbuh. Saat ini rel kereta api yang aktif hanyalah jalur Pariaman-Padang untuk kereta api wisata, dan Teluk Bayur-Indarung untuk pengangkutan semen.
Angkutan dalam kota dilayani oleh bis kota, mikrolet dan taksi. Selain itu di pusat kota masih dapat ditemukan bendi (sejenis kereta kuda), sedangkan ojek biasanya beroperasi di perumahan dan pinggiran kota.
Pelabuhan di Teluk Bayur melayani pengangkutan laut baik ke kota-kota lain di Indonesia maupun ke luar negeri. Pelabuhan ini dibuka pada 1892 dan dulunya bernama Emmahaven. Pelabuhan Muara Padang yang sampai abad ke-19 menjadi pusat pelayaran saat ini berfungsi sebagai tempat sandar kapal-kapal yang lebih kecil. Kedua pelabuhan ini dikelola PT Pelindo II.
Sampai tahun 2005 bandar udara Tabing melayani perhubungan udara Padang dengan kota-kota lain. Dengan selesainya pembangunan Bandar Udara Internasional Minangkabau[3] di Ketaping, Kabupaten Padang Pariaman, penerbangan sipil dialihkan ke bandara baru tersebut.

Perindustrian

Di Padang berdiri sebuah pabrik semen bernama PT Semen Padang yang saat ini masih aktif berproduksi. Pabrik semen ini didirikan tahun 1910 dan yang pertama di Indonesia bahkan Asia Tenggara. Dari pabriknya di daerah Indarung, semen yang sudah dikemas lalu dikirim lewat jalur kereta api ke pelabuhan Teluk Bayur untuk selanjutnya diedarkan ke seluruh Indonesia.

Pariwisata

Padang dikenal dengan legenda Siti Nurbaya dan Malin Kundang. Di bukit Muara, terdapat kuburan Siti Nurbaya dengan sebuah jembatan yang juga bernama Siti Nurbaya, sedangkan di pantai Air Manis terdapat batu Malin Kundang. Lokasi ini relatif ramai dikunjungi wisatawan di kala sore hingga malam hari.
Museum Adityawarman mengkhususkan diri pada sejarah dan budaya suku Minangkabau, Mentawai dan suku Nias.
Beberapa jam dari pantai Padang kearah Teluk Bayur terdapat pantai Caroline dan sebuah resort Wisata bernama Sikuai Resort. Di sore hari pantainya terkadang dilewati sekawanan lumba-lumba yang menambah daya tarik wisata.
Kota ini terkenal akan masakan Padang, seperti Gulai, Rendang, Karupuak Sanjai, Nasi Kapau dan Sate Padang. Restoran Padang banyak terdapat di seluruh kota besar di Indonesia. Meskipun begitu yang dinamakan sebagai masakan Padang sebenarnya dikenal oleh suku Minangkabau secara umum.

Surat Kabar

Kota Padang, sejak zaman Hindia-Belanda terkenal dengan kota surat kabar. Hal ini dikarenakan banyaknya surat kabar yang terbit di kota ini, disamping penduduknya yang merupakan salah satu pembaca surat kabar tertinggi di Indonesia.
Sumatera Courant merupakan koran pertama yang terbit di Padang, bahkan Sumatera. Koran ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1859. Setelah itu kota Padang banyak menerbitkan koran-koran berbahasa Melayu maupun Belanda, diantaranya Padangsche Nieuws en Advertentieblad (17 Desember 1859) oleh R.H. Van Wijk Rz, Padangsche Handelsblad (1871) oleh H.J. Klitsch & Co, Bentara Melayu (1877) oleh Arnold Snackey, Pelita Kecil (1 Februari 1886) pimpinan Mahyuddin Datuk Sutan Marajo, Pertja Barat (1892) di bawah pimpinan Dja Endar Moeda, De Padanger (1900) oleh J. van Bosse, dan Warta Berita (1901), surat kabar berbahasa Indonesia pertama yang didirikan oleh Mahyuddin Datuk Sutan Marajo. Hingga saat ini kota Padang juga masih menjadi salah satu kota penerbitan surat kabar terbesar di Indonesia, diantara yang cukup terkenal adalah Haluan dan Singgalang.


Konon CeritaSuatu siang di sebuah kawasan di Ranah Minang. Puluhan warga memadati arena pertandingan. Di tengah lapangan, dua ekor kerbau kekar saling berhadapan. Mereka akan diadu untuk ditetapkan sebagai sang juara. Itulah sepintas adu kerbau yang menjadi budaya turun-temurun masyarakat Minangkabau, Sumatra Barat. Budaya warisan leluhur yang telah berlangsung ratusan tahun itu sampai kini masih dijaga dengan baik oleh masyarakat Minang.


Minangkabau. Suku besar di wilayah Sumatra Barat ini kaya akan warisan sejarah dan budaya. Minangkabau diambil dari kata minang yang berarti kemenangan dan kabau yang berarti kerbau. Dengan kata lain Minangkabau berarti “Kerbau yang Menang”. Penamaan ini berhubungan erat dengan sejarah terbentuknya Minangkabau yang diawali kemenangan dalam suatu pertandingan adu kerbau untuk mengakhiri peperangan melawan kerajaan besar dari Pulau Jawa.


Suku Minangkabau memang mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan hewan ternak berkaki empat yang disebut kerbau. Itu antara lain terlihat pada berbagai identitas budaya Minang, seperti atap rumah tradisional mereka (Rumah Bogonjong). Rumah adat yang kerap disebut juga Rumah Gadang itu berbentuk seperti tanduk kerbau. Begitu pula pada pakaian wanitanya (Baju Tanduak Kabau).

Sudah beratus-ratus tahun lamanya kerbau menjadi salah satu hewan terfavorit di Provinsi Sumbar. Badan kerbau yang besar dan kekar dianggap mampu membantu berbagai macam pekerjaan manusia. Salah satu pekerjaan kuno yang dikerjakan dengan bantuan tenaga kerbau adalah menggiling tebu. Dengan alat sederhana, sang kerbau diikat di sebilah bambu yang terhubung pada alat pemeras tebu tradisional. Selama delapan jam bekerja, sang kerbau terus-menerus berputar mengelilingi alat pemeras. Uniknya, agar sang kerbau tidak pusing kepala, mata hewan itu ditutup dengan dua buah batok kelapa yang dilapisi kain.

Air tebu hasil perasan sang kerbau itulah yang kemudian menjadi cikal bakal pembuatan gula merah tradisional. Masyarakat Minang percaya gula merah hasil kerja keras sang kerbau lebih gurih ketimbang dari alat modern.

Dari sisi sejarah, hewan kerbau bagi suku besar di Sumbar ini telah mengantarkan kejayaan mereka di masa silam. Konon, dahulu kala karena bantuan kerbau-lah masyarakat di Sumbar menang perang melawan suku Jawa. Akhirnya sampai sekarang mereka menamakan dirinya sebagai suku Minangkabau. “Jadi perang tak berakhir juga, jadi kami usulkan untuk adu saja kerbau. Oleh pihak penyerang dicarilah kerbau yang terbesar di daerahnya ditempatkan di tengah ladang. Orang sini hanya anak kerbau yang sedang menyusu. Karena kerbau yang sudah dua hari tak minum susu, dia lari mengejar susu ibunya. Jadi perut kerbau besar itu robek dan dia lari,” kisah Datuk Bandaro Panjang, pemuka adat.

Kisah sang kerbau ternyata tak hanya menjadi legenda semata. Hingga kini pasar ternak di Sumbar pun lebih banyak menjual kerbau ketimbang sapi. Sistem penjualan ternak orang Minang pun cukup unik. Berbeda dengan pasar sayur tradisional di pasar ternak ini tidak akan terdengar sepatah kata pun antara sang penjual dan pembeli. Transaksi yang berlaku hanya menggunakan tangan. Jari-jari tangan dipakai sebagai alat perhitungan harga jual ternak yang akan dibeli.


Badan padat, kaki kekar dan mata tajam. Itulah ciri khas Si Borgol, kerbau kesayangan Kati Sutan, petani Ranah Minang. Bagi Kati Sutan, memiliki kerbau seperti Borgol ibarat memiliki harta yang sangat berharga dan juga kehormatan. Borgol bukanlah sembarang kerbau. Ia seekor kerbau aduan yang sudah menang lima kali pertandingan. Karena kehebatan itulah, hewan tersebut kemudian mendapat gelar borgol yang berarti kuat mengunci lawan.

Tak hanya untuk hobi semata, kesenangan Kati Sutan mengikuti adu kerbau juga untuk meneruskan tradisi budaya Minangkabau. Ketangguhan Si Borgol yang sudah lima kali memenangkan pertandingan itu membuat Kati Sutan terkenal di kampungnya. Setelah berumur dua tahun, kerbau yang memiliki potensi sebagai aduan biasanya mulai dilatih oleh pemiliknya. Kali ini, Borgol pun akan dilatih untuk mempersiapkan kekuatan fisiknya menjelang pertandingan. Calon lawan tanding latihan harus sesuai berat tubuh Si Borgol. Sebab jika tidak imbang, latihan tarung itu akan percuma.

Latihan tarung kerbau paling lama dilakukan selama satu jam. Setelah yakin akan kekuatan Borgol, latihan tarung dihentikan. Kati Sutan sangat yakin kerbaunya akan menang kembali. 

Dalam adu kerbau tak hanya kekuatan kerbau yang menjadi andalan. Pemilik kerbau juga harus meminta jampi-jampi kepada dukun kerbau agar menang dalam pertandingan.

Seusai latihan tarung, Kati Sutan pun meminta seorang dukun kerbau untuk menjampi-jampi Si Borgol. Seperti pertandingan sebelumnya, Kati Sutan meminta bantuan Sutan Marajo, dukun adu kerbau yang terkenal di kampungnya. Sang dukun membawa sejumlah bahan-bahan alam untuk membuat jamu andalan bagi Si Borgol.

Bahan-bahan alam yang terdiri dari jahe, temulawak, lada dan daun-daunan alam lainnya mulai diracik. Di atas api besar, jamu-jamuan itu disangrai hingga gosong. Sementara keluarga Kati Sutan pun ikut membantu. Bahan lain untuk campuran jamu, seperti telur bebek, air jeruk nipis, minuman suplemen dan satu botol bir hitam turut disiapkan.

Setelah semua bahan siap, Sutan Marajo pun mulai membacakan mantera dan membakar kemenyan. Ia berdoa agar kerbau yang dijampinya dapat memenangkan pertandingan. Jampi-jampi pun dicampur ramuan. Setelah itu, ramuan kemudian ditempatkan di selembar daun yang keesokan harinya akan diberikan kepada Si Borgol. Keluarga Kati Sutan pun lantas mempersiapkan Borgol sang jagoan untuk diadu keesokan harinya.

Hari pertandingan pun tiba. Kati Sutan mulai bersiap-siap. Namun sebelum berangkat ke arena pertandingan masih ada sejumlah ritual yang harus dilakukan sang dukun, yakni meruncingkan tanduk milik Si Borgol. Tanduk merupakan salah satu bagian tubuh kerbau yang paling mudah untuk melukai lawan. Karenanya harus dibuat setajam mungkin. Dengan sebilah pisau Sutan Marajo menajamkan tanduk Si Borgol. Kini tanduk sang kerbau telah tajam laksana pedang.


Ritual pun dilanjutkan. Seperti layaknya manusia, Borgol harus mandi dahulu sebelum maju ke arena pertarungan. Sambil membalurkan air ke tubuh Borgol, Sutan Marajo merapalkan jampi-jampi ajiannya agar jagoan Kati Sutan ini kuat melawan musuh. Sesudah acara mandi selesai, sang dukun memberikan ramuan jampi-jampinya yang dibuat kemarin sore. Tanpa melawan Borgol pun kemudian memakan ramuan sang dukun dengan lahapnya. Tak lupa tubuh tegap Borgol pun dibaluri lumpur dan jelaga agar terlihat gagah. Kini seluruh persiapan telah usai dilaksanakan. Borgol sang jagoan sudah tak sabar bertemu lawan tandingan.

Siang itu di bawah sinar matahari, Borgol dilepas dari kandangnya. Bak seorang jagoan, dengan gagahnya Borgol berjalan keliling kampung menuju arena pertandingan. Letak arena pertandingan sekitar tujuh kilometer dari desa Kati Sutan. Namun ditemani sang dukun Sutan Marajo, Borgol tak gentar berjalan. Bahkan sesekali, kerbau kekar itu mulai berlari seakan tak sabar untuk bertemu sang penantang.

Akhirnya sampai juga Borgol di lokasi pertandingan. Rupanya sang lawan telah menunggu di pojok arena. Lawan tangguh Borgol tersebut berasal dari desa tetangga. Berbeda dengan Borgol yang sudah ikut lima kali pertandingan, lawannya justru baru kali ini maju ke arena adu kerbau.


Satu per satu penonton mulai berdatangan ke arena. Dengan tarif sebesar Rp 3.000, penonton dapat memilih tempat yang paling nyaman di sekeliling gelanggang. Awalnya adu kerbau dilakukan untuk mempertahankan tradisi suku Minangkabau. Sayang belakangan acara adu kerbau justru dimanfaatkan para penontonnya untuk bertaruh atau berjudi. Begitu pula dalam pertandingan Borgol. Dan Borgol-lah yang dijagokan. Hampir seluruh penonton bertaruh Borgol sang jagoan akan memenangkan pertandingan.


Saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dua kerbau aduan dibawa ke tengah lapangan. Dan tanpa menunggu aba-aba lagi, kedua kerbau langsung saling mengejar. Tak disangka, Borgol yang dijagokan justru lari terbirit-birit menghindari lawan. Adu kerbau kali ini ternyata tak berjalan lama. Hanya dalam sekejap, Borgol menyerah kalah dan lari tunggang langgang ke luar arena. Para penonton pun pulang dengan penuh kekecewaan. 


Borgol sang jagoan ternyata tak mampu mempertahankan gelarnya. Rona kecewa juga terpancar di wajah Kati Sutan. Kekalahan Borgol seakan kehilangan kehormatan bagi keluarga Kati Sutan.(DEN/Lita Hariyani dan Binsar Rahadian)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar